Mei 30, 2008

Memanfaatkan Akal

Mohammad Natsir dalam bukunya, Islam dan Akal Merdeka mengatakan bahwa akal adalah salah satu alat untuk mengetahui Tuhan. Terkait dengan itu, di dalam Alquran banyak bertebaran ayat yang memerintahkan kita menggunakan akal dalam beragama. Rasulullah SAW bersabda bahwa agama tidak bebas lepas dari akal yang demikian itu.

Mengapa mereka tidak berpikir? Mengapa mereka tidak menggunakan akal? Dan, mengapa mereka tidak ingat? Adalah contoh pertanyaan-pertanyaan memancing dalam Alquran yang bermakna perintah menggunakan akal dalam memahami dan menyelami kebesaran Allah SWT.

Pentingnya akal dalam kehidupan berislam telah membawa umat Muslim terdahulu pada kemuliaan. Bagi mereka, akal merupakan karunia Allah SWT yang harus diberdayakan dengan sebaik-baiknya. Dalam hal keilmuan Islam, misalnya, akal menyokong kemajuan ilmu pengetahuan yang sinarnya terpancar ke seluruh dunia. Akal dalam praktik keilmuan Islam memberikan ciri khas tersendiri dan sama sekali berbeda dengan tradisi keilmuan Barat.

Akal tidak dibenturkan dengan agama, tapi justru akal menjadi mitra sejati yang tak terpisahkan. Akal mendorong umat untuk selalu konsisten dalam tafakkuh fid-din, merenungkan, menghayati, dan memikirkan tanda-tanda-Nya di jagat raya ini.

Dengan jasa akal pula, manusia dapat melepaskan diri dari perilaku taqlid untuk hal yang tidak berdasar pada Alquran dan sunah, maka Islam amat mencela umatnya yang tidak menggunakan akal. Dalam beribadah, paham-paham dan sekte-sekte dewasa ini semakin marak serta tidak sedikit di antara penyebarannya yang ditopang dengan semakin canggihnya teknologi informasi yang melampaui batas-batas sosial. Saat-saat seperti inilah akal berperan membimbing kita untuk dapat membedakan mana yang benar dan yang batil.

Allah SWT berfirman, ''Dan janganlah engkau mengikuti sesuatu yang engkau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, (karena) sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.'' (QS Al-Isra [17]: 36).

Oleh karena itu, akal tidak dapat dihakimi sebagai perangkat manusia yang mengancam eksistensi agama. Akal mendapatkan tempat yang mulia dalam ajaran Islam. Dan, barang siapa yang memanfaatkannya dengan baik, insya Allah derajat mulia akan menyertainya karena hakikatnya. Potensi inilah yang membedakan manusia dengan makhluk Allah SWT lainnya. Wallahu a'lam bish-shawab.
(Irman Sulaiman Fauzi )

Tidak ada komentar: