Suatu ketika Abdullah bin Umar mendatangi majelis Rasulullah yang sedang berkumpul bersama sepuluh sahabat. Seorang sahabat Anshar di antara mereka bertanya, ''Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling cerdas dan pemurah itu?'' Beliau menjawab, ''Yaitu orang yang paling rajin mengingat kematian serta paling baik persiapannya dalam menghadapinya. Itulah orang cerdas yang akan memperoleh kehormatan di dunia dan kemuliaan di akhirat kelak.'' (HR Hakim, Thabrani, dan Tirmidzi).
Kemarin kita telah mendengar berita, menyaksikan melalui televisi, membaca di media massa, atau mungkin melihat langsung, seorang jenderal dan mantan presiden wafat dipanggil Allah SWT. Hari ini mungkin ada di antara saudara dan kerabat kita yang menyusul menghadap Sang Pencipta. Kemudian, kelak giliran kita yang akan menghadap Sang Khalik.
Walau kematian itu merupakan suatu yang ghaib, namun adalah suatu yang pasti terjadi menjemput setiap insan yang bernyawa. Malaikat Izra'il, sang pencabut nyawa, tidak pandang orang, apakah dia penguasa atau rakyat jelata, jenderal atau kopral, orang shaleh maupun penjahat, semua akan mendapat giliran.
Firman Allah SWT, ''Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memerdayakan.'' (QS Ali Imran [3]: 185).
Bagi mereka yang masih hidup, kematian seseorang merupakan ibrah (pelajaran) yang tak ternilai harganya. Pemimpin Muslim Umar bin Abdul Azis sering mengingatkan kaumnya, ''Tidakkah kalian mengambil ibrah dari kematian seseorang? Suatu pagi atau petang kalian ikut memandikan dan mengafankan seseorang? Menshalatkan, lalu kalian menempatkannya ke dalam liang lahat dan menjadikan tanah sebagai bantalnya?''
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, ''Ingat mati dapat menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, melunakkan hati yang keras, menghapus kebanggaan terhadap dunia, dan meringankan masalah.''
Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kiamat kecil yang satu persatu dialami para pendahulu kita. Betapa hidup ini hanya sejenak saja, terlalu sayang bila disia-siakan dengan perbuatan yang tidak bermanfaat.
(Ali Farhan Tsani )
Februari 26, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar